Televisi, Menjalin Persatuan dan Kesatuan

Televisi, siapa orangnya yang tidak tahu alat komunikasi yang satu ini. Alat komunikasi satu arah yang sudah ada sejak lama ini memang sudah bukan merupakan barang mewah lagi. Kabeh uwong mesti tau nonton, hampir kabeh uwong mesti duwe.
Dalam sejarahnya televisi pertama ditemukan oleh penemu asal Skotlandia, John Logie Baird. Beliau berhasil menunjukan cara pemancaran gambar-bayangan bergerak di London pada tahun 1925, diikuti gambar bergerak monokrom pada tahun 1926. Cakram pemindai Baird dapat menghasilkan gambar beresolusi 30 baris (cukup untuk memperlihatkan wajah manusia) dari lensa dengan spiral ganda. Demonstrasi oleh Baird ini telah disetujui secara umum oleh dunia sebagai demonstrasi televisi pertama. Secara umum siaran televisi biasa menggunakan siaran TV biasanya disebarkan melalui gelombang radio VHF dan UHF dalam jalur frekuensi yang ditetapkan antara 54-890 mHz. Kini gelombang TV juga sudah memancarkan jenis suara stereo ataupun bunyi keliling di banyak negara. Hingga tahun 2000, siaran TV dipancarkan dalam bentuk gelombang analog, tetapi belakangan ini perusahaan siaran publik maupun swasta kini beralih ke teknologi penyiaran digital dan streaming macam Indovision atau yang kekinian adalah Netflix.
Di sini saya tidak akan membahas tentang hal teknik perihal televisi, maklum saja saya ndak terlalu mudeng soal elektronik, saya kan dulu sekolahnya teknik mesin. Saya cuma mau ngeling-eling tentang sejarah televisi di negeri ini atau lebih khususnya menurut pandangan saya.
Televisi atau yang sering disebut dengan nama TV atau tipi kalo di kampung merupakan alat komunikasi yang sangat berguna. Arus informasi dari semua tempat bisa langsung diterima oleh semua orang. Ora perlu nganggo pulsa, ora perlu mbayar pajek, cukup modal TV dan listrik yang dimonopoli oleh PeEleN. Memang di awal kemunculannya dulu televisi juga pake pajak. Dulu namanya iuran televisi, dibayar tiap bulan pake semacam kupon yang bisa disobek satu persatu.
TVRI adalah stasiun televisi pertama di Indonesia yang mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962. Siaran perdananya menayangkan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-17 dari Istana Negara. Siarannya ini masih berupa hitam putih. TVRI kemudian meliput Asian Games yang diselenggarakan di Jakarta. Hebatnya lagi TVRI ini dulu dibangun hanya dengan perencanaan selama 10 bulan. Pokoknya kejar tayang ngoyak tanggal untuk menyiarkan Asian Games di Jakarta.
Saya cukup beruntung lahir di keluarga yang berkecukupan, jadi alhamdulillah sejak saya kecil sudah tahu sama yang namanya televisi. Televisi pertama yang dimiliki keluarga saya dulu merknya National, bentuknya kotak dan ada penutupnya macam pintu garasi yang bisa dibuka tutup. Layarnya hitam putih soalnya zaman biyen durung usum tipi berwarna, lha wong belum ditemukan. Biasanya layarnya diberi mika warna biru biar ndak blerengen neng mripat.

Waktu saya masih kecil dulu stasiun TV cuma ada TVRI yang bening, RCTI sama SCTV masih bruwet soalnya antena TV di rumah saya cuma pake tutup panci yang digantung di blandar. Saya masih inget banget slogan TVRI zaman dulu yaitu Menjalin Persatuan dan Kesatuan. Slogan ini nampaknya memang bener banget, soalnya televisi zaman dulu memang jadi sarana pemersatu bangsa, ya minimal pemersatu warga selingkungan lah. Maklum saja dulu orang yang punya televisi ndak banyak, jadi kalo mau nonton tipi ya kudu nonggo alias nonton di rumah tetangga. Saya masih inget banget gimana ramenya rumah saya tiap malem soalnya tetangga-tetangga pada nonton TV di rumah saya. Pokoknya kalo Dunia Dalam Berita belum mulai belum pada bubar.
Biarpun acaranya cuma ndak beragam seperti sekarang, TV zaman dulu adalah sarana hiburan yang hakiki. Ndak ada berita teroris, ndak ada isu ngelek-elek pemerentah, dan yang terpenting ndak ada sinetron Ganteng-Ganteng Serigala. Acaranya paling-paling Dian Rana, Rona-Rona, Depot Jamu Kirun, Den Baguse Ngarso, Album minggu, Kuis Berpacu Dalam Melody dan seinget saya dulu kalo waktu maghrib ada acara lagu-lagu khasidahan saya lupa namanya.
Jangan samakan televisi dulu dengan sekarang, soalnya beda jauh. Fungsi televisi yang hakekatnya sebagai media komunikasi dan informasi nampaknya sudah melenceng. Dulu berita soal presiden yang nongol di TV itu palingan liputan Pak Harto sedang mancing atau Pak Harto sedang ngerit pari lalu membuka acara kelompencapir. Pokoknya negeri kita dulu itu benar-benar terlihat gemah ripah loh jinawi.
Lain dulu lain sekarang, televisi zaman sekarang sudah jadi alat propaganda. Yang sana ngelek-elek yang ini, yang ini setiap hari nyinyirin yang itu. Yang itu pura-pura kesurupan jadi manusia harimau. Ngono kuwi terus, ora uwis-uwis.
Apapun yang terjadi sekarang jelas membuat saya sedih. Saya berharap semoga televisi bisa kembali seperti masa lalu, masa di mana saben sore anak-anak kecil sudah wangi, sudah mandi duduk bersila sambil didulang nonton Kotaro Minami berubah jadi Ksatria Baja Hitam, atau nonton Jiban dan Pasukan Turbo, atau setiap minggu pagi anak-anak kecil bisa puas nonton Doraemon, Dragon Ball dan kartun lain sampai tengah hari. Semoga.

Komentar

Postingan Populer