Bengawan Sore #7

"engkau seperti kekasihku yang dulu”
“sungguh hadirmu menyejukkan risau jiwaku”
“begitu lekatnya perasaanku ini padamu”
“hingga anganku kusandarkan padamu”


Hujan rintik-rintik menyambut kedatanganku di kota Paris. Lumayanlah liburan weekend dua hari ini aku habiskan di kota ini, bosan rasanya tiap akhir pekan aku hanya berdiam diri di apartemenku di Amsterdam. Sekitar pukul 14.00 aku sampai di stasiun Gare du Nord atau stasiun utara kota Paris. Rasanya tak sabar ingin segera menghirup udara kota Paris, tapi rasanya aneh juga soalnya ini pertama kalinya aku pergi sendirian ke kota ini, teman-temanku yang biasa pergi bersamaku seakan sibuk dengan rutinitasnya sendiri.

“excuse me, are you Indonesian?”

Tiba-tiba ada seorang gadis menyapaku, agak terkejut aku akan hal itu, maklum saja aku tak pernah punya kenalan di Paris. Dari sekilas yang kulihat dari gadis itu sepertinya dia juga orang Indonesia, rambutnya hitam agak ikal sepanjang bahu, tingginya sebahuku, matanya hitam dan dia memakai baju hangat tebal berbulu warna coklat, sepertinya dia turis yang sedang berlibur di sini.

“iya saya orang Indonesia, kok anda tahu, siapa anda ini?"

“perkenalkan namaku Anita, maaf mengganggu anda, saya tersesat disini. Kebetulan tadi saya mendengar lagu Padi yang anda mainkan di iPod anda”
, jawabnya.

“hoo.. gitu ya, aku Dika. Aku juga sedang liburan disini, aku dari Amsterdam”

Obrolan kami berlanjut, ternyata Anita orangnya supel juga, jarang sekali aku bisa ngobrol nyambung dengan seorang cewek selain dengan Shinta dan serang temanku lagi yang berasal dari Italia. Anita rupanya sedang liburan sendirian di Paris, dia baru sampai dari Jakarta kemarin malam, cukup berani juga dia untuk ukuran seorang cewek hingga berani pergi ke negeri orang sendirian.

Cuaca Paris hari itu hujan sepanjang hari. Sebenarnya hujan sungguh tidak lazim mewarnai peralihan musim semi ke musim panas. Tapi tahun ini cuaca memang kacau. Bukan hanya hujan, bahkan suhu belasan derajat masih menyambangi kota Paris dan Munich. Padahal 3 tahun lalu awal atau pertengahan Juni itu cuaca sudah mulai panas, kecuali di kota-kota yang dekat dengan pegunungan Alpen seperti Vaduz ibukota Liechtenstein. Cukup lama aku dan Anita ngobrol di sebuah coffeeshop di dekat Promenade Plantee yaitu sebuah taman bunga yang menjulang seperti jalan layang di atas kota Paris. Pemandangannya sungguh indah, tak heran jika tiap hari banyak pasangan yang memadu kasih di taman yang memanjang sepanjang 4,5 Km ke arah Bastille itu.

“ngomong-ngomong kamu mau kemana setelah ini”, tanyaku pada Anita.

“hmmm.. aku tak tahu, aku tak ada rencana selama di Paris ini”

“bagaimana kalau kamu ikut aku ke Bercy Village, tempatnya asik buat nongkrong, ada taman bunganya juga yang tak kalah bagus dengan taman ini. Di sana suasananya masih seperti Paris tempo dulu gitu, trus ada banyak kafe-kafe unik yang asik buat kongkow malam hari”

“wah.. boleh juga tuh, kamu tuh udah kayak tour guide saja Dik. Nggak rugi aku ketemu kamu disini. Hahaha”

“ah, tak apalah.. anggap saja ini sekedar ramah-tamah sesama orang Indonesia yang sedang berada di negeri orang. Lagipula tak elok rasanya membiarkan gadis secantik kamu berjalan-jalan sendiri di kota sebesar ini".

“ah kamu bisa aja, eh ngomong-ngomong kamu menginap dimana malam ini? Bagaimana kalau kamu ikut saja menginap di hotelku, itung-itung menghemat biaya kan”
, ajak Anita dengan sedikit memaksa.

Sengaja tak kujawab tawaran Anita tadi, tapi aku yakin dia pasti sudah tahu jawabanku dari senyum di wajahku. Hari sudah sore tapi hujan gerimis masih saja mengguyur kota Paris waktu itu. Sejenak aku bisa melupakan Shinta dan semua masalah yang ada di kepalaku. Bukannya aku tak mencintainya lagi, tapi mungkin saja dengan melupakannya ini akan menjadi jalan yang terbaik bagi kami berdua.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer